Penurunan muka tanah di pekalongan,apa sih
penyebabnya?
Pada bulan januari lalu dunia geologi
dihebohkan dengan adanya penurunan muka tanah yang terjadi secara drastis di kota pekalongan.
Namun sebelum kita memasuki lebih jauh tentang spesifik kejadian yang terjadi
di kota pekalongan ada baiknya kita mengetahui dulu “apa sih sebenarnya yang
dimaksud dengan penurunan muka tanah?”
Dikutip dari laman Wetlands International penurunan muka tanah dikenal
juga dengan istilah amblesan yaitu fenomena turunnya
permukaan tanah dibandingkan dengan titik referensinya. Kondisi ini marak
terjadi di perkotaan pesisir, kawasan gambut pesisir dan daerah eksploitasi
migas di pesisir. Di Indonesia, setidaknya 21 provinsi dan 132 kabupaten/kota
saat ini terindikasi mengalami subsiden, bahkan untuk beberapa lokasi di Pantai
Utara Jawa dan Pantai Sumatera, telah tercatat mengalami subsiden dan terpapar
dampak bencana banjir pasang laut (Rob).
Penurunan muka tanah di daerah pekalongan diperparah dengan adanya global warming yang menyebabkan permukaan air laut naik, hal ini menyebabkan adanya pengikisan atau abrasi disekitar area pantai, dan banjir rob yang terus terjadi jikalau pasang bahkan menurut penelitian dari tim geodasi ITB pekalongan diperkirakan akan tenggelam pada tahun 2035.
Heri Andreas
Peneliti dari tim Geodesi Institut Teknologi Bandung mengatakan bahwa Penyebab penurun muka tanah yang terjadi dikota pekalongan dikarenakan Kondisi warga yang kesulitan air bersih sedangkan perusahaan
daerah yang mengelola air bersih tidak sanggup memasoknya. Pemerintah daerah
lalu membuat program pengeboran air artesis di setiap RW (rukun warga) berkedalaman
hingga 100 meter. “Kebijakan pemdanya bikin bunuh diri massal, krisis air lalu kotanya
tenggelam”. Namun Kepala Bappeda Kota Pekalongan, Anita menampik dugaan bahwa penurunan
tanah di kawasan itu disebabkan karena adanya eksploitasi air tanah yang
berlebih. Pasalnya, letak lokasi industri dengan area rawan penurunan tanah
tidak berdekatan. "Kota Pekalongan, tanahnya merupakan endapan yang
usianya masih muda. Sebetulnya wajar, bila ada penurunan tanah," kata
Anita.
Anita menambahkan, wilayah Kota Pekalongan sebelumnya memang bukan
daratan. Namun terbentuk dari endapan."Kan menurut sejarahnya, seluruh
Kota Pekalongan, wilayahnya dari endapan. Dulu kan, garis pantainya di
Kabupaten (Pekalongan), di Doro dan Bandar (Kabupaten Batang),Kemudian makin
lama makin maju, membentuk daratan di Kota Pekalongan," imbuhnya.
Badan
Geologi sudah membuat alat pantau sejak tahun
2020 lalu. ”Kita memantau sejak Maret, lalu Juli ada penurunan 1,3 cm, Agustus
2,3 cm, dan September 2,7 cm sehingga total penurunan selama setahun 6
cm," ujar Kepala Badan Geologi
Kementerian ESDM Eko Budi Lelo
Sementara berdasarkan temuan tim
peneliti ITB, hasil penurunan tanah di Pekalongan bisa mencapai rata-rata 10 cm
per tahun bahkan maksimal 17 cm. Pengukuran tersebut memakai alat global
positioning system (GPS).Terkait hal itu, Budi menjelaskan bahwa hasil
pengukuran penurunan tanah bisa berbeda tergantung dari metode pengukurannya
Badan Geologi juga telah menyampaikan sejumlah
rekomendasi kepada pemerintah setempat untuk mencegah dampak dari penurunan
muka tanah di Pekalongan dan daerah lainnya. Mulai dari pembuatan tanggul,
folder air, penataan drainase dan pengendalian abrasi lewat tanggul, hingga
penanaman mangrove.
SUMBER
:
https://indonesia.wetlands.org/id/publikasi/flyer-penurunan-muka-tanah-subsiden/